Hari pertama masuk sekolah, setelah libur semester selama dua minggu, Madrasah Tsanawiyah Negeri Batu menggelar forum dialog bertema Mengelola Reinforcement dan Punishment di Sekolah. Program dari Bimbingan Konseling (BK) MTs Negeri Batu ini mencoba menyamakan persepsi para guru terkait dengan pemberian reinforcement dan punishment. Narasumber adalah Drs Lutfi Fauzan MPd dari Universitas Negeri Malang.
Keberadaan ‘anak bermasalah’ di sekolah selama ini menjadi PR tersendiri bagi para guru. Banyak guru mengeluh, telah melakukan upaya dengan segala cara mengubah perilaku anak, tetapi sia-sia. Tak heran label-label negatif sering diberikan pada si anak. Alhasil, yang terjadi bukan perilaku bermasalah menjadi terhenti, malah menjadi-jadi. Dengan kata lain butuh kepiawaian guru mengelola reinforcement dan punishment agar perilaku anak bisa berubah seperti harapan.
Ada empat hal yang biasanya menjadi tujuan anak berperilaku bermasalah. Pertama; mencari kekuasaan, kedua; mencari perhatian, ketiga; upaya balas dendam, dan keempat; penghindaran. Selain itu kebutuhan dasar dari tiap manusia yaitu kebutuhan untuk survival, love and belonging, power (harga diri), freedom, dan fun hendaknya juga menjadi acuan guru untuk lebih memahami perilaku anak.
Reinforcement dan punishment yang diberikan secara tak tepat hanya akan membuahkan kegagalan dalam membentuk perilaku yang diharapkan. Meskipun punishment diperlukan dalam upaya perubahan perilaku, tetapi banyak penelitian yang mengungkap bahwa reinfocement lebih efektif dalam membentuk perilaku yang diharapkan. Hal ini bukan berarti punishment tidak penting, punishment tetap di perlukan dalam pendidikan karena pendidikan yang terlalu lunak hanya akan membuat anak menjadi kurang disiplin dan tidak memiliki keteguhan hati yang kuat. Hanya saja yang tetap menjadi penekanan adalah bahwa pemberian punishment harus tetap dilakukan dengan kasih sayang, jauh dari kebencian dan kemarahan.
Untuk merubah perilaku anak, guru bisa melakukan berbagai metode dalam mengelola reinfocement dan punishment. Tentu saja cara terbaik adalah dengan memahami keinginan anak. Selain itu konsep bahwa “setiap anak terlahir secara fitrah dan hanif” harus menjadi pijakan dari para guru, sehingga memahami benar bahwasanya pada hakekatnya “perilaku bermasalah” yang dimunculkan oleh anak adalah karena konflik yang dialami anak.
Dalam mengubah perilaku anak ada dua cara yang bisa dilakukan oleh guru. Pertama; dengan cara melemahkan perilaku. Cara ini bisa dilakukan lewat hukuman yaitu menghadirkan yang tidak disukai anak dan penalti yaitu mencabut yang di sukai anak. Kedua; dengan cara memperkuat perilaku yang dikehendaki. Cara ini bisa dilakukan dengan memberikan ganjaran negative dan ganjaran positif. Ganjaran negative merupakan cara yang dilakukan untuk menghilangkan apa yang tidak disukai anak, sedangkan ganjaran positif merupakan cara yang dilakukan untuk menghadirkan sesuatu yang disukai anak.
Kalimat bijak mengatakan, tongkat memang merupakan cara cepat dan praktis untuk merubah perilaku anak, tetapi perubahan perilaku yang di lakukan dengan cara ini tidak akan membuat perilaku yang diinginkan bisa bertahan lama. Dengan kata lain, menurut Drs. Lutfi Fauzan MPd., ketika kita akan merubah perilaku anak maka pikirkanlah metode yang tepat, sehingga perubahan tersebut bisa berjalan secara berkelanjutan.
Forum dialog guru yang dilakukan di MTs Negeri Batu pada 9 Januari 2012 membawa harapan untuk tercapainya kemampuan guru dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada siswa. Semoga.
sumber : http://www.surya.co.id